
Tahun
2006 merupakan tahun bencana bagi indonesia. Tiba – tiba muncul semburan (blow
out) atau lumpur panas di lokasi pengeboran minyak bumi Sumur Banjar Panji-1
(BJP-1), desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Sumur itu dioperasikan
oleh PT. Lapindo Brantas Inc (Lapindo), anak perusahaan PT energi Mega Persada
tbk.
Seburan
itu terjadi tepat pukul 22.00 WIB pada hari senin, 29 mei 2006. Semburan
terjadi sekitar 150 m dari bibir Sumur BJP-1 dengan ketinggian sekitar 50 m.
Lumpur pans yang menyembur dari perut bumi jelas menyita reaksi banyak
pihak.
Sejarah
sebelum Sumur BJP-1 melakukan eksplorasi.
Berdasarkan
dokumen rapat teknik PT Lapindo Brantas 18 mei 2006, saat pengeboran mencapai
8.500 kaki, PT Medco Energi sebagai pemegang 32 % saham Lapindo, telah
memperingatkan agar operatator segera memasang selubung pengaman (casing)
berdiameter 9 5/8 inci. Tapi hingga pengeboran mencapai kedalaman 9.297 kaki
(sekitar 2.833,7 m), prosedur pengeboran itu diabaikan. Casingnya hanya
dipasang sampai kedalamaan 3.580 kaki, sisanya sedalam hamper 1.700 meter
lebih, dibiarkan bekerja tanpa casing.
Saat
pengeboran mencapai kedalaman 9.297 kaki, 27 mei 2006, Lapindo mengaku
kehilangan lumpur atau loss. Ini terjadi karena masuknya lumpur pengeboran yang
berfungsi sebagai pelumas, dan mengangkat serpihan batu hasil pengeboran.
Kejadian ini ditanggulangi dengan menggunakan LCM (lost-circulation materials)
yang terdiri dari mineral fiber,mika/plastic dan butiran marbel, kayu, dan
kulit biji kapas. Setelah itu, sumur tidak lagi kehilangan lumpur.
Rangkaian
alat pengeboran dicabut hingga kedalaman 4.241kaki. saat itu, terjadilah
letupan gas (well kick). Letupan gas dari
formasi batuan itu menekan alat pengebor sehingga mendorong lumpur naik ke
atas. Pada hari minggu, 28 mei 2006. Well kick itu ditutup dengan kill mud,
lumpur berat yang dapat mematikan aliran.
Lumpur yang memiliki berat jenis tinggi, terbuat dari
mineral barit atau hematit lumpur ini membuat tekanan hidrostatik dan dapat
mematikan aliran dalam lubang sumur. Akibat langsung dari kill mud, biasanya
sumur itu tersumbat atau mati. Untuk sementara, kekacauan itu bisa
dikendalikan. Di masa ‘tenang’ itu,
Lapindo berusaha mencabut mata bor hingga permukaan, tapi gagal karena
terjepit.


Hingga awal tahun ini, sudah beberapa kali dilakukan upaya
penanganan luapan lumpur lapindo. Kronologinya adalah sebagai berikut:
1.
29 mei 2006: Lumpur panas keluar pertama kali
dari area sumur BJP-1 Desa Renokenongo-Porong.
2.
5 juni 2006: Luapan lumpur mulai mengenanngi 10
hektar sawah disekitar dan mengalir menuju jalan tol yang terletak 200 meter
dari pusat sumur.
3.
8 juni 2006: Warga Desa Jatirejo, Siring, dan
Renokenongo mulai mengungsi dan kekurangan makanan-minuman.
4.
9 juni 2006: Mentri Lingkungan Hidup meminta
pertanggung jawaban PT. Lapindo.
5.
18 juni 2006: Mentri Energi dan Sumber Daya
Mineral menyatakan bahwa PT. Lapindo yang harus bertanggung jawab.
6.
21 juni 2006: Menko Kesra (pemilik Lapindo)
menyatakan bahwa Lapindo akan bertanggung jawab.
7.
22 Agustus 2006: Mentri Lingkungan Hidup
menyetujui pembuangan lumpur ke laut melalui Kali Porong.
8.
25 Agustus 2006: Terjadi ledakan di pusat
semburan lumpur dan dinyatakan dua petugas tewas.
9.
6 September 2006: Kelurahan Jatirejo lenyap
tenggelam.
10.
11 Oktober 2006: Sejumlah jembatan di sekitar
sumur lumpur mulai retak dan miring.
Hasil penelitian itu menyebutkan
bahwa dalam hitungan bulan (tidak perlu menunggu 30-50 tahun, seperti hasil
penelitian dari IAGI dan Jepang), daerah seputar semburan lumpur Lapindo akan
amblas dan akan membentuk danau kawah seluas 10.000 hektar. Hal ini dikarenakan
semburan dasar lumpur yang dipicu oleh penegboran Lapindo telah menghancuran
batuan kapur porus di kedalaman 2.830 meter (7.735 kaki). Disebutkan pula bahwa
semburan lumpur panas yang terjadi paling tidak bervolume 7.000-150.000 m3 lumpur
perhari. Dengan tekanan yang teramat besar, maka semburan lumpur diperkirakan
akan terjadi selama bertahun-tahun.
Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur
busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakeri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik).
Contoh:
Sangat
beracun dan mematikan
Tidak
Berwarna
Lebih
Berat Dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang rendah
Dapat
terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil pembakarannya gas sulfur
Dioksida (SO2)yang juga merupakan gas beracun
Sangat
Korosif mengakibatkan berkarat pada logam tertentu
Pada
konsentrasi yang rendah berbau seperti telur busuk dan dapat melumpuhkan indera
penciuman manusia.
Apakah lumpur lapindo mengandung zat bebahaya?
Hasil penelitian lumpur lapindo mengandung senyawa kimia hydrogen sulfida (zat kimia beracun yang berbahaya bagi kesehatan), kandungan hidrogen sulfida (H2S) yang keluar bersama semburan lumpur makin meningkat.
Hidrogen
sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan aqueous
(mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS:
Contoh:
H2S → HS− + H+
Ka = 1.3×10−7 mol/L; pKa
= 6.89.
Kateristik
H2S
Lumpur lapindo mempengaruhi amblasnya EKONOMI, SOSIAL, dan
BUDAYA
Tahun
2007, tepatnya hari ke-249 (jum’at, 2/2), Sidoarjo semakin amblas. Bukan saja
secara fisik, tetapi juga dari segi perekonomian dan sosial budaya.
·
Ekonomi adalah kebutuhan manusia. Dengan adanya musibah ini mata pencaharian
utama masyarakat Jawa Timur amblas. Berikut faktor-faktor dari segi
perekonomian yang amblas:
1.
Sebanyak 29 pabrik tutup sehingga kurang lebih
18 ribu buruh menganggur.
2.
Sekitar 500 hektar sawah tenggelam sehingga
ratusan petani menganggur dan ribuan ton beras tidak dapat diproduksi.
3.
Ratusan perajin kulit (tas dan koper), khususnya
di Desa Kedungbendo dan Renokenongo berhenti bekerja karena peralatan
produksinya tenggelam ditambah dengan enggannya masyarakat konsumen dating ke
pasar tas dan koper di Tanggulangin. Bukan hanya perajin, showroom produk pun
menjadi sepi.
4.
Pasar Baru Porong dialihfungsikan menjadi pudat
pengungsian sehingga aktivitas ekonomi rakyat jadi terganggu.
·
Fasilitas kota dan Infrastruktur yang amblas:
1.
Rel KA di Desa Siring-Jatirejo melengkung
sepanjang 15 meter.
2.
Jembatan tol Porong (Jalan Raya Porong) bergeser
9 cm dan sekarang telah dibongkar.
3.
Jembatan overpass Siring (jembatan penghubung Desa Siring dengan Desa
Kedungbendo di atas jalan tol) retak dan bergeser, rencana akan dibongkar.
4.
Pipa gas Pertamina putus dan meledak di jalan
tol km 38, dengan korban yang ditemukan 13 orang (jumlah ini belum termasuk korban
yang tidak terdaftar).
5.
Pipa PDAM (dari sumber air di Padaan ke
Sidoarjo) di jalan Raya Porong pecah sehingga kota Sidoarjo sempat kekurangan
air.
6.
Plengsengan kali Porong ambrol, diduga karena
amblasnya tanah bukan oleh gerusan air.
7.
Lebih dari 500 rumah di Dusun Balongnongo dan
Wangkal ( Desa Renokenongo), kawasan yang paling dekat dengan pusat semburan
miring ke timur.
·
Sedangkan elemen sosial dan budaya yang
‘amblas’:
1.
Hampir 20 ribu rumah tenggelam sehingga muncul
masalah perumahan dan terjadi perpindahan penduduk antar daerah yang cukup
tinggi dan berpencarkan sekelompok masyarakatdan dipastikan ada unsure-unsur
budaya local yang hilang.
2.
Lebih dari dari 25 gedung sekolah tenggelam
sehingga ribuan anak usia sekolah mengalami masalah, misalnya biaya
transportasi, dan biaya kepindahan.
3.
Kemacetan di ruas jalan raya porong
mengakibatkan jalur distribusi dari arah timur (Pasuruan dan seterusnya serta
dari Malang terhambat masuk ke Surabaya). Hal ini mengganggu distribusi ekspor
yang harus lewat ibukota Jawa Timur itu.
4.
Empat Balai Desa tenggelam dan tiga lainnya jadi
pusat pengungsian sehingga aktivitas birokrasi dan pemerintahan desa terganggu.
5.
Pembuangan air dan lumpur ke Kali Porong
sehinnga air dan lumpur mengalir ke laut yang akan mengancam kelangsungan hidup
7.000 hektar tambak, hutan bakau dan nelayan di selat jawa pada umumnya.
6.
Pengungsian mengakibatkan tidak terjaminnya
kesehatan dan gizi bukan hanya pengungsian dewasa tetapi juga lansia dan
anak-anak.
Dampak Ekologi Lumpur Lapindo
Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia menilai semburan lumpur panas dari areal eksplorasi
PT. Lapindo meninggalkan dampak ekologis.
Kasus
PT. Lapindo membuat ratusan warga di sekitar Desa Renokenongo dan Desa Siring,
Kecamatan Porong, mengungsi. Beberapa di antaranya masuk rumah sakit akibat
kepulan asap putih yang keluar dari pipa gas perusahaan milik Bakrie Group ini.
Asap putih
yang keluar dari didihan gas dari pipa
bawah tanah mengandung hydrogen sulfida. Sehari setelah terjadi blow out utama,
ikan-ikan yang ada disaluran irigasi banyak yang terapung mati. Tanaman yang
ada di sekitar lumpur mengering dan mati.
Sumber air
(sumur atau sungai) di tiga Desa (Siring, Renokenongo, dan Jatirejo) tak dapat
lagi dikonsumsi karena telah tercemar. Warnanya berubah kekuning-kuningan
(seperti mengandung minyak mentah).
Referensi:
ALI Azhar akbar
http://wikipedia.com
Aqidah Akhlaq
By Taofik Yusmansyah
No comments:
Post a Comment