jam

Sunday 28 May 2017

PANDANGAN MENGENAI PROSPEK UKM INDUSTRI KREATIF INDONESIA UNTUK BERSAING DI ERA PERDAGANGAN BEBAS DAN GLOBALISASI



Kelompok 13 – 1EB11
  • Dewi Tri Astuti (21216909)
  • Endah Dahlia (2B215195)
  • Puspa Handini (2B215167)

Setiap unit usaha tentu saja memiliki prospek masing-masing dalam era perdagangan bebas. Namun sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu kita bahas tentang UKM. UKM atau Usaha Kecil Menengah merupakan salah satu sector bisnis berskala kecil dengan kekayaan bersih maksimal Rp200.000.000,-. UKM menjadi peran yang sangat penting bagi penggerak perekonomian daerah dan negara tidak terkecuali di Indonesia. Dengan adanya UKM, maka akan membantu perekrutan SDM yang pada akhirnya akan mengurangi masalah pengangguran di Indonesia. Semakin banyak UKM, maka semakin kecil tingkat pengangguran di Indonesia, oleh karena itu, pemerintah seharusnya mendukung penuh UKM yang ada agar terus berkembang. Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sector ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di satu sisi akan menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapak dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi tantangan.

Sifat Alami dari Keberadaan UKM

Usaha kecil di Indonesia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu sisi dapat dibangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan usaha menengah, usaha kecil pada umumnya membuat barng-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Implikasi dari sifat alami ini berbeda dengan usaha menengah dan usaha besar, usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas pemerintah.

Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi, penguasaan ilmu pengetahuan dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek dari suatu usaha.

Kemitraan Usaha dan Masalahnya

Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
  1. Inti Plasma,
Merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
  1. Subkontrak,
Merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
  1. Dagang Umum,
Merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
  1. Keagenan,
Merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
  1. Waralaba
Merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.

Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Menghadapi persaingan bebas, usaha menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi kemampuan SDM, skala usaha dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses pasar. Dalam perjalanannya pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada pembinaan pengusaha kecil, sementara pembinaan terhadap usaha menengah seolah-olah terlupakan. Kebijakan pengembangan usaha bagi usaha menengah belum bersandar pada satu peraturan pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam aras pengembangan usaha, masih terdapat grey area dalam pengembangan usaha menengah
Salah satu strategi untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM. Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan dengan usaha kecil. Namun dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan yang dimilikinya, Usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini karena potensi teknologi dan sumberdaya manusianya jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil. Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang bersifat double squeze yaitu situasi yang  datang dari sisi internal berupa ketertinggalan produktivitas, efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari external pressure. Dengan adanya dua fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah masalah ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan menengah.


SUMBER :
http://peluangusaharumahan.info/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas
http://aldisyalfaniaroon.blogspot.co.id/2015/05/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas.html
http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas_1.html
 

Perkembangan Industri Manufaktur Di Indonesia dari masa arus revolusi industri hingga kini



Kelompok 13 – 1EB11
  • Dewi Tri Astuti (21216909)
  • Endah Dahlia (2B215195)
  • Puspa Handini (2B215167)



Berdasarkan hasil kajian dan telah singkat dari berbagai macam literatur, berikut adalah ringkasan eksekutif mengenai  perkembangan industri manufaktur di Indonesia.
Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Revolusi Industri menandai terjadinya titik balik besar dalam sejarah dunia, hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh Revolusi Industri, khususnya dalam hal peningkatan pertumbuhan penduduk dan pendapatan rata-rata yang berkelanjutan dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama dua abad setelah Revolusi Industri, rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat lebih dari enam kali lipat. Seperti yang dinyatakan oleh pemenang Hadiah Nobel, Robert Emerson Lucas, bahwa: "Untuk pertama kalinya dalam sejarah, standar hidup rakyat biasa mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan. Perilaku ekonomi yang seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya".
Inggris memberikan landasan hukum dan budaya yang memungkinkan para pengusaha untuk merintis terjadinya Revolusi Industri. Faktor kunci yang turut mendukung terjadinya Revolusi Industri antara lain: (1) Masa perdamaian dan stabilitas yang diikuti dengan penyatuan Inggris dan Skotlandia, (2) tidak ada hambatan dalam perdagangan antara Inggris dan Skotlandia, (3) aturan hukum (menghormati kesucian kontrak), (4) sistem hukum yang sederhana yang memungkinkan pembentukan saham gabungan perusahaan (korporasi), dan (4) adanya pasar bebas (kapitalisme).
Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis menufaktur. Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api. Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris.
Awal mula Revolusi Industri tidak jelas tetapi T.S. Ashton menulisnya kira-kira 1760-1830. Tidak ada titik pemisah dengan Revolusi Industri II pada sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan kapal tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut perkembangan mesin pembakaran dalam dan perkembangan pembangkit tenaga listrik

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya Revolusi Industri adalah terjadinya revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke 16 dengan munculnya para ilmuwan seperti Francis Bacon, René Descartes, Galileo Galilei serta adanya pengembangan riset dan penelitian dengan pendirian lembaga riset seperti The Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of Science. Adapula faktor dari dalam seperti ketahanan politik dalam negeri, perkembangan kegiatan wiraswasta, jajahan Inggris yang luas dan kaya akan sumber daya alam.
Istilah "Revolusi Industri" sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Beberapa sejarawan abad ke-20 seperti John Clapham dan Nicholas Crafts berpendapat bahwa proses perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi secara bertahap dan revolusi jangka panjang adalah sebuah ironi. Produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia meningkat setelah Revolusi Industri dan memunculkan sistem ekonomi kapitalis modern. Revolusi Industri menandai dimulainya era pertumbuhan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi kapitalis. Revolusi Industri dianggap sebagai peristiwa paling penting yang pernah terjadi dalam sejarah kemanusiaan sejak domestikasi hewan dan tumbuhan pada masa Neolitikum.

Perkembangan Revolusi Industri

Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.
1.      Sistem Domestik
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industry). Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.
2.      Manufaktur
Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan.
3.      Sistem pabrik
Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan.

 Jenis Penemuan

Adanya penemuan teknologi baru, besar peranannya dalam proses industrialisasi sebab teknologi baru dapat mempermudah dan mempercepat kerja industri, melipatgandakan hasil, dan menghemat biaya. Penemuan-penemuan yang penting, antara lain sebagai berikut.
1.      Kumparan terbang (flying shuttle) ciptaan John Kay (1733). Dengan alat ini proses pemintalan dapat berjalan secara cepat.
2.      Mesin pemintal benang (spinning jenny) ciptaan James Hargreves (1767) dan Richard Arkwright (1769). Dengan alat ini hasilnya berlipat ganda.
3.      Mesin tenun (merupakan penyempurnaan dari kumparan terbang) ciptaan Edmund Cartwight (1785). Dengan alat ini hasilnya berlipat ganda.
4.      Cottongin, alat pemisah biji kapas dari serabutnya ciptaan Whitney (1794). Dengan alat ini maka kebutuhan kapas bersih dalam jumlah yang besar dapat tercukupi.
5.      Cap selinder ciptaan Thomas Bell (1785). Dengan alat ini kain putih dapat dilukisi pola kembang 200 kali lebih cepat jika dibandingkan dengan pola cap balok dengan tenaga manusia.
6.      Mesin uap, ciptaan James Watt (1769). Dari mesin uap ini dapat diciptakan berbagai peralatan besar yang menakjubkan, seperti lokomotif ciptaan Richard Trevethiek (1804) yang kemudian disempurnakan oleh George Stepenson menjadi kereta api penumpang. Kapal perang yang digerakkan dengan mesin uap diciptakan oleh Robert Fulton (1814). Mesin uap merupakan inti dari Revolusi Industri sehingga James Watt sering dianggap sebagai Bapak Revolusi Industri I'. Penemuan-penemuan baru selanjutnya, semakin lengkap dan menyempurnakan. Hal ini merupakan hasil Revolusi Industri II dan III, seperti mobil, pesawat terbang, industri kimia dan sebagainya.

Industri  Manufaktur  Di Indonesia

Industri manufaktur merupakan kegiatan ekonomi yang dalam kegiatannya mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (Holzi and Sogner, 2004). Contoh lain kegiatan ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling ).
Sektor industri manufaktur sebagai salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri manufaktur merupakan salah satu penopang perekonomian nasional karena sektor ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada tahun 1990-1996, industri manufaktur Indonesia tumbuh dengan cepat dan Indonesia pada saat itu mengalami pertumbuhan yang signifikan. Saat ini Indonesia tengah berada dalam transisi dari perekonomian yang berbasis agraris menjadi perekonomian semi-industrial dalam upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pola perekonomian subsistensi yang mengandalkan sektor primer perlahan-lahan bergeser menjadi perekonomian yang ditopang oleh sektor manufaktur. Sektor industri manufaktur merupakan sektor yang cukup stabil dan menjadi salah satu penopang perekonomian negara di tengah ketidakpastian perekonomian dunia dengan tingkat pertumbuhan yang positif. Data terbaru dari Kementerian Perindustrian tahun 2015 menunjukkan bahwa sektor industri, khususnya sektor manufaktur non-migas mengalami pertumbuhan yang signifikan, melampaui pertumbuhan GDP Indonesia pada kwartal I tahun 2015. Menurut data BPS, kontribusi sektor industri manufaktur non-migas terhadap PDB tahun 2015 mencapai 18.18 % dengan nilai Rp 2.089 triliun. Kontribusi ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 17.89 % dengan nilai hanya Rp 1.884 triliun.


Tingkat pertumbuhan yang pesat pada industri nasional merupakan multiplier effect  dan tingginya investasi pada sektor ini. Terhitung sejak tahun 2010, trend investasi sektor industri di Indonesia terus mengalami peningkatan meskipun sempat tertahan akibat krisis finansial pada tahun 2008.  Apabila ditarik lebih jauh ke belakang, pertumbuhan industri manufaktur dalam perekeonomian Indonesia telah meningkat secara bertahap. Namun, di sisi lain, peningkatan kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 % menjadi 12 %.
            Kontribusi Sektor Utama dalam Perekonomian tahun 2015. (Sumber: Biro Riset Ekonomi, Bank Indonesia, 2015). Sektor ini menjadi dominan dalam penyumbang terbesar PDB Indoneesia dimana mencapai 23.37 % (migas dan non-migas), namun sektor ini hanya mampu menyerap tenaga kerja terendah sebesar 14.88 % dibandingkan dengan sektor pertanian (38.07 %) dan perdagangan (23.74 %) (Kementerian Perdagangan, 2014). Hal ini bisa disebabkan karena industri manufaktur menitikberatkan pada investasi dan penggunaan teknologi menengah-tinggi ketimbang penggunaan tenaga kerja/labor.
            Pertumbuhan output hasil industri dan penciptaan nilai tambah pada output dengan penguasaan teknologi manufaktur yang tinggi merupakan faktor utama bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Industri manufaktur juga memegang peranan penting dalam perdagangan internasional karena dengan peningkatan kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan maka dapat meningkatkan daya saing industri di pasar global. Peran lain industri manufaktur adalah penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar yang akan menurunkan tingkat pengangguran.
Apabila melihat pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang, menurut BPS, terjadi peningkatan sebesar 4.22 % pada triwulan III tahun 2015 dibanding dengan periode sebelumnya. Setelah diberlakukan revitalisasi industri sejak tahun 2004, pertumbuhan positif terjadi pada seluruh sub-industri. Jenis-jenis industri manufaktur yang mengalami pertumbuhan signifikan adalah sbb: - Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional, naik 15.31 % - Pengolahan laiinya, naik sebesar 13.53 % - Mesin dan Perlengkapan ytdl, naik 8.28 % - Barang Galian Bukan Logam, naik 7.37 % - Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer, naik 7.14 % - Makanan, naik 7.09 % - Pengolahan Tembakau, naik 5.78 %.
(Sumber: BPS, 2015).

Kesimpulan

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya  jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage). Menelisik tentang Indonesia yang mempunyai modal yang cukup bersaing dengan negara lain, pemerintah memerlukan strategi yang tepat untuk melakukan industrialisasi sektor manufaktur. Dengan tantangan yang ada saat ini, baik itu tantangan internal maupun eksternal, pemerintah perlu menerapkan beberapa strategi. Strategi-strategi tersebut difokuskan pada bagaimana menciptakan industri manufaktur yang tahan terhadap guncangan krisis serta kondisi atau iklim industri yang dapat menarik investor. Pemerintah perlu mendorong pertumbuhan industri manufaktur dengan cara transfer teknologi, pengenalan cara produksi baru yang lebih efisien, skill managerial, dan supply modal kapital yang memadai. Semua faktor tersebut akan mendorong meningkatnya efisiensi dan kualitas dalam proses produksi. Dengan demikian daya saing industri manufaktur Indonesia akan meningkat dan menguat dalam upayanya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah berlaku semenjak Desember 2015.

Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri
http://www.academia.edu/29633931/Perkembangan_Industri_Manufaktur_di_Indonesia_tahun_2015-2016