BAB I
PENDAHULUAN
Istilah
ekologi ( oikos = rumah, logos = ilmu ) pertama kali diperkenalkan oleh Haeckel
pda pertengahan dasawarsa 1860-an. Secra sederhana ekologi dapat diartikan
sebagai ilmu tentang hubungan timbale balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ruang
lingkup kajian ekologi yang utama, yaitu perubahan populasi suatu spesies pada
waktu yang berbeda-beda; perpindahan energi dan materi dari makhluk yang satu
ke yang lainnya serta factor yang mempengaruhi; serta terjadinya hubungan timbale
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
A. Organisasi Kehidupan
Akibat terjadinya saling
interaksi antarorganisasi maka terjadilah tingkatan-tingkatan organisasi
kehidupan.
Individu -> Populasi ->
Komunitas -> Ekosistem -> Bioma -> Biosfer
BAB II
POPULASI
Populasi adalah sekelompok individu
sejenis yang menghuni areal dan pada waktu tertentu. Pengertian itu masih
terlalu umum, sebab ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan. Bila
kita menyebut populasi Badak Jawa adalah 1.000 ekor maka kita akan memberikan
taksiran yang bisa salah. Untuk itu, dalam memebicarakan populasi harus diikiti
nama jenis, waktu, tempat, serta kuantitasnya. Misalnya, jumlah populasi Badak
Jawa di Ujung Kulon Tahun 2002.
Ada beberapa karakteristik populasi,
yaitusebagai berikut.
a. Kepadatan Populasi
Kepadatan
populasi adalah jumlah individu sejenis persatuan luas pada waktu tertentu.
b. Perubahan Kepadatan
Perubahan
kepadatan populasi pada suatu areal disebabkan adanya perubahan jumlah individu
organisme. Ada beberapa macam penyebab terjadinya perubahan populasi, yaitu
sebagai berikut.
1) Tingkat Kelahiran (natalitas) adalah
bertambahannya individu baru karena kelahiran. Tingkat natalitas selalu positif
atau paling tidak adalah nol. Besarnya natalitas dinyatakan dengan besarnya
angka kelahiran dibagi dengan lamanya waktu dimana terjadi kelahiran. Pada Badak jawa mengalami kenaikan pada tahun 2010 dengan ditemukannya
dua anak badak jawa yang tertangkap video jebak (video trap) pada November dan
Desember 2010
2) Tingkat kematian (mortalitas) adalah
jumlah kematian persatuan waktu. Dalam ekologi istilah mortalitas digunakan
untuk menunjukkan kemampuan suatu populasi menjadi lebih kecil anggkotanya.
Jadi, tingkat mortalitas tidak pernah positif atau nol, tetapi selalu negative.
Tingkat mortalitas menyatakan banyaknya individu yang mati dari suatu populasi
persatuan waktu.
Tiga kerangka ekor badak jawa ditemukan di tempat berbeda yakni pada 20 Mei 2010
Tiga kerangka ekor badak jawa ditemukan di tempat berbeda yakni pada 20 Mei 2010
3) Migrasi adalah perpindahan individu
dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Ada 2 macam migrasi, yaitu
sebagai berikut.
a) Imigrasi, yaitu bila
individu-individu datang ke dalam batas-batas tempat populasi berbeda sehingga
populasi bertambah.
b) Emigrasi, yaitu bila
individu-individu anggota populasi pergi keluar batas tempat populasi sehingga
menurunkan jumlah populasi.
BAB III
POPULASI BADAK JAWA
A.
Ekologi
Populasi Badak Jawa
Badak jawa atau Badak
bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari
lima badakyang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan
badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja.
Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih
kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan Badak
hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada
cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah
menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut
"badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di pulau jawa saja, tapi di
seluruh
Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di india
sertationgkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya
sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang.
Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak
hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa,Indonesia. Populasi badak Jawa di alam
bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan
populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya
populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang
sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga
sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap .Berkurangnya
populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama
diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di asia tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi
badak Jawa dan menghalangi pemulihan. Tempat yang tersisa hanya berada di dua
daerah yang dilindungi, tetapi badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka
terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu
dalam berkembangbiak. WWF
Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena
jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung
berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung
punah. Selain itu,
karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk
ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.Kawasan yang
diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak,Jawa Barat yang
pernah menjadi habitat badak jawa.
Badak jawa dapat
hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran
rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa
kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan
anak, walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan
dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa menjadi musuh. Badak jawa
biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa
diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara
langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies
terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur
kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada
spesies badak lainnya.
A. Penyebaran dan habitat Badak Jawa
Taman Nasional Ujung kulon di Jawa adalah habitat bagi sisa
badak Jawa yang masih hidup. Perkiraan yang paling optimistis memperkirakan
bahwa lebih sedikit dari 100 badak Jawa masih ada di alam bebas. Mereka
dianggap sebagai mamalia yang paling terancam; walaupun masih terdapat badak
Sumatra yang tempat hidupnya tidak dilindungi seperti badak Jawa, dan beberapa
pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang lebih besar. Badak Jawa
diketahui masih hidup di dua tempat, Taman Nasional Ujung kulon di ujung barat
pulau Jawa dan Taman Nasional Cat Tien yang terletak sekitar 150 km sebelah utara Kota Ho
Chi Minh.
Binatang ini
pernah menyebar dari Assam dan Benggala (tempat
tinggal mereka akan saling melengkapi antara badak Sumatra dan India di tempat
tersebut) ke arah timur sampai Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan ke arah selatan di semenanjung
malaya, serta pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan.Badak
Jawa hidup di hutan hujan dataran rendah, rumput tinggi dan tempat tidur
alang-alang yang banyak dengan sungai, dataran banjir besar atau daerah basah
dengan banyak kubangan lumpur. Walaupun dalam sejarah badak jawa menyukai
daerah rendah, subspesies di Vietnam terdorong menuju tanah yang lebih tinggi
(diatas 2.000 m), yang disebabkan oleh gangguan dan perburuan oleh manusia.
Tempat hidup
badak jawa telah menyusut selama 3.000 tahun terakhir, dimulai sekitar tahun
1000 SM, tempat hidup di utara badak ini meluas ke Tongkok, tetapi mulai
bergerak ke selatan secara kasar pada 0.5 km per tahun karena penetap manusia
meningkat di daerah itu. Badak ini mulai punah di India pada dekade awal abad
ke-20. Badak Jawa diburu sampai kepunahan di semenanjung Malaysia tahun 1932.
Pada akhir perang Vietnam, badak
Vietnam dipercaya punah sepanjang tanah utama Asia. Pemburu lokal dan penebang
hutan di Kamboja mengklaim melihat badak jawa di pegungan cardamom , tetapi
survey pada daerah tersebut gagal menemukan bukti. Populasi badak Jawa juga
mungkin ada di pulau Kalimantan, walaupun spesimen tersebut mungkin merupakan
badak Sumatra, populasi kecil yang masih hidup disana.
B. Ujung kulon
Semenanjung
Ujung Kulon dihancurkan oleh letusan gunung kerakatau tahun 1883. Badak Jawa
mengkolonisasi kembali semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia tidak
pernah kembali pada jumlah yang besar, sehingga membuat sebuah tempat
berlindung. Pada tahun 1931, karena badak Jawa berada di tepi kepunahan di
Sumatra, pemerintah Hindia-Belanda menyatakan bahwa badak merupakan spesies
yang dilindungi, dan masih tetap dilindungi sampai sekarang. Pada tahun 1967
ketika sensus badak dilakukan di Ujung Kulon, hanya 25 badak yang ada. Pada
tahun 1980, populasi badak bertambah, dan tetap ada pada populasi 50 sampai
sekarang. Walaupun badak di Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka
harus bersaing untuk memperebutkan ruang dan sumber yang jarang dengan banteng
liar dan tanaman Arenga yang
dapat menyebabkan jumlah badak tetap berada dibawah kapasitas semenanjung.Ujung
Kulon diurus oleh menteri Kehutanan Republik Indonesia. Ditemukan paling
sedikit empat bayi badak Jawa pada tahun 2006.
Foto induk
Badak Jawa beserta bayinya, diperkirakan berumur sekitar 4 – 6 bulan, berhasil
diabadikan oleh tim WWFpada
November 2007. Ketika difoto, bayi badak tersebut sedang menyusu ibunya.
Keberadaan badak tersebut diketahui ketika ditemukan jejak badak berukuran
15/16 cm di sekitar daerah aliran sungai Citadahan pada tanggal 30
oktober 2007. Hal ini merupakan kabar gembira
karena membuktikan adanya kelahiran badak baru di Ujung Kulon.
Pertumbuhan
populasi badak Jawa di Ujung Kulon
|
||||
Tahun
|
Minimum
|
Maksimum
|
Rata-rata
|
|
1967
|
21
|
28
|
24.5
|
|
1968
|
20
|
29
|
24.5
|
|
1971
|
33
|
42
|
37.5
|
|
1982
|
53
|
59
|
56
|
|
1993
|
35
|
58
|
47
|
|
Sumber:
Strategi Konservasi Badak Indonesia - Dirjen PHPA Dephut RI.
|
IV.
KESIMPULAN
Badak Jawa yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat
rentan terhadap kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit,
bencana alam seperti tsunami, letusan gunung Krakatau, gempa bumi.
Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya
sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang.
Badak ini kemungkinan adalah mamaliaterlangka di bumi. Populasi 40-50 badak
hidup di Taman Nasional Ujung
Kulon pulau Jawa, Indonesia.
Kini,
Populasi Badak bercula satu (Badak Jawa) yang hanya 30-an ekor ini jauh lebih
kecil dibandingkan dengan populasi saudaranya, Badak Sumatera yang diperkirakan
berkisar antara 215 -319 ekor. Juga jauh lebih sedikit ketimbang populasi satwa
lainnya seperti Harimau sumatra (400-500 ekor), Elang Jawa (600-an ekor), Anoa (5000 ekor).