Kelompok 13 – 1EB11
- Dewi Tri Astuti (21216909)
- Endah Dahlia (2B215195)
- Puspa Handini (2B215167)
Setiap
unit usaha tentu saja memiliki prospek masing-masing dalam era perdagangan
bebas. Namun sebelum membahas hal tersebut, terlebih dahulu kita bahas tentang
UKM. UKM atau Usaha Kecil Menengah merupakan salah satu sector bisnis berskala
kecil dengan kekayaan bersih maksimal Rp200.000.000,-. UKM menjadi peran yang
sangat penting bagi penggerak perekonomian daerah dan negara tidak terkecuali
di Indonesia. Dengan adanya UKM, maka akan membantu perekrutan SDM yang pada
akhirnya akan mengurangi masalah pengangguran di Indonesia. Semakin banyak UKM,
maka semakin kecil tingkat pengangguran di Indonesia, oleh karena itu,
pemerintah seharusnya mendukung penuh UKM yang ada agar terus berkembang. Bagi
setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sector ekonomi, era perdagangan
bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak
kesempatan. Namun di satu sisi akan menciptakan banyak tantangan yang apabila
tidak dapak dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi tantangan.
Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Usaha
kecil di Indonesia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang disatu
sisi dapat dibangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi
kecil dan tanpa perlu menerapkan system organisasi dan manajemen modern yang
kompleks dan mahal, seperti diusaha-usaha modern dan di sisi lain berbed dengan
usaha menengah, usaha kecil pada umumnya membuat barng-barang konsumsi
sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Implikasi dari sifat alami ini berbeda dengan usaha menengah dan usaha besar,
usaha kecil sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas
pemerintah.
Kemampuan UKM
Dalam
era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan teknologi,
penguasaan ilmu pengetahuan dan kualitas SDM yang tinggi merupakan tiga faktor
keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam bagus tidaknya prospek
dari suatu usaha.
Kemitraan Usaha dan Masalahnya
Dalam
menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan
restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen
yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga
yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan
kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah
melahirkan konsep supply
chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada
dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara
industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing,
yang kemudian memunculkan konsep blue
ocean strategy.
Kerjasama antara
perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan
istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan).
Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu
rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi
keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan,
memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai. Pola kemitraan antara UKM
dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima)
pola, yaitu :
- Inti Plasma,
Merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti
membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan,
penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan
produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai
tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan
mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
- Subkontrak,
Merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM
memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya.
Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM,
di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini
UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan
kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
- Dagang Umum,
Merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB
memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan
dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
- Keagenan,
Merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di
dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai
mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal
memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak
sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang
bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
- Waralaba
Merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi
waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran
distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan
bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba
menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada
pihak ketiga.
Kemitraan
dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam
persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun
kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang
dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan
kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah
menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri.
Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh
kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB
yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat
diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama,
dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas,
peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai,
menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua,
dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan.
Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah
kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan
ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip
saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan
kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra
dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam
kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut
bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995)
etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral
yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik
sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan
kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan
perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut.
Menghadapi
persaingan bebas, usaha menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi
kemampuan SDM, skala usaha dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses
pasar. Dalam perjalanannya pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada
pembinaan pengusaha kecil, sementara pembinaan terhadap usaha menengah
seolah-olah terlupakan. Kebijakan pengembangan usaha bagi usaha menengah belum
bersandar pada satu peraturan pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam
aras pengembangan usaha, masih terdapat grey area dalam pengembangan usaha
menengah
Salah satu strategi
untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta mengatasi
kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang kuat
dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini
praktis banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan
posisi usaha menengah dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan
pengembangan UKM. Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan
dengan usaha kecil. Namun dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan
yang dimilikinya, Usaha menengah layak untuk didorong sebagai motor
pengembangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini karena potensi teknologi dan
sumberdaya manusianya jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil. Lebih jauh
penulis mengungkapkan bahwa dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi dunia
pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang
bersifat double squeze
yaitu situasi yang datang dari sisi internal berupa ketertinggalan
produktivitas, efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari external pressure.
Dengan adanya dua fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah masalah
ketimpangan struktur usaha dan kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan
menengah.
http://peluangusaharumahan.info/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas
http://aldisyalfaniaroon.blogspot.co.id/2015/05/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas.html
http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/prospek-ukm-dalam-era-perdagangan-bebas_1.html