jam

Sunday 20 January 2013

Lumpur Lapindo, antara Bencana Alam dan Kesengajaan


 

                Tahun 2006 merupakan tahun bencana bagi indonesia. Tiba – tiba muncul semburan (blow out) atau lumpur panas di lokasi pengeboran minyak bumi Sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Sumur itu dioperasikan oleh PT. Lapindo Brantas Inc (Lapindo), anak perusahaan PT energi Mega Persada tbk.

                Seburan itu terjadi tepat pukul 22.00 WIB pada hari senin, 29 mei 2006. Semburan terjadi sekitar 150 m dari bibir Sumur BJP-1 dengan ketinggian sekitar 50 m. Lumpur pans yang menyembur dari perut bumi jelas menyita reaksi banyak pihak. 

                Sejarah sebelum Sumur BJP-1 melakukan eksplorasi.

                Berdasarkan dokumen rapat teknik PT Lapindo Brantas 18 mei 2006, saat pengeboran mencapai 8.500 kaki, PT Medco Energi sebagai pemegang 32 % saham Lapindo, telah memperingatkan agar operatator segera memasang selubung pengaman (casing) berdiameter 9 5/8 inci. Tapi hingga pengeboran mencapai kedalaman 9.297 kaki (sekitar 2.833,7 m), prosedur pengeboran itu diabaikan. Casingnya hanya dipasang sampai kedalamaan 3.580 kaki, sisanya sedalam hamper 1.700 meter lebih, dibiarkan bekerja tanpa casing.

                Saat pengeboran mencapai kedalaman 9.297 kaki, 27 mei 2006, Lapindo mengaku kehilangan lumpur atau loss. Ini terjadi karena masuknya lumpur pengeboran yang berfungsi sebagai pelumas, dan mengangkat serpihan batu hasil pengeboran. Kejadian ini ditanggulangi dengan menggunakan LCM (lost-circulation materials) yang terdiri dari mineral fiber,mika/plastic dan butiran marbel, kayu, dan kulit biji kapas. Setelah itu, sumur tidak lagi kehilangan lumpur.

                Rangkaian alat pengeboran dicabut hingga kedalaman 4.241kaki. saat itu, terjadilah letupan gas (well kick). Letupan gas dari formasi batuan itu menekan alat pengebor sehingga mendorong lumpur naik ke atas. Pada hari minggu, 28 mei 2006. Well kick itu ditutup dengan kill mud, lumpur berat yang dapat mematikan aliran.

                Lumpur yang memiliki berat jenis tinggi, terbuat dari mineral barit atau hematit lumpur ini membuat tekanan hidrostatik dan dapat mematikan aliran dalam lubang sumur. Akibat langsung dari kill mud, biasanya sumur itu tersumbat atau mati. Untuk sementara, kekacauan itu bisa dikendalikan. Di  masa ‘tenang’ itu, Lapindo berusaha mencabut mata bor hingga permukaan, tapi gagal karena terjepit.


Hingga awal tahun ini, sudah beberapa kali dilakukan upaya penanganan luapan lumpur lapindo. Kronologinya adalah sebagai berikut:

1.       29 mei 2006: Lumpur panas keluar pertama kali dari area sumur BJP-1 Desa Renokenongo-Porong.

2.       5 juni 2006: Luapan lumpur mulai mengenanngi 10 hektar sawah disekitar dan mengalir menuju jalan tol yang terletak 200 meter dari pusat sumur.

3.       8 juni 2006: Warga Desa Jatirejo, Siring, dan Renokenongo mulai mengungsi dan kekurangan makanan-minuman.

4.       9 juni 2006: Mentri Lingkungan Hidup meminta pertanggung jawaban PT. Lapindo.

5.       18 juni 2006: Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa PT. Lapindo yang harus bertanggung  jawab.

6.       21 juni 2006: Menko Kesra (pemilik Lapindo) menyatakan bahwa Lapindo akan bertanggung jawab.

7.       22 Agustus 2006: Mentri Lingkungan Hidup menyetujui pembuangan lumpur ke laut melalui Kali Porong.

8.       25 Agustus 2006: Terjadi ledakan di pusat semburan lumpur dan dinyatakan dua petugas tewas.

9.       6 September 2006: Kelurahan Jatirejo lenyap tenggelam.

10.   11 Oktober 2006: Sejumlah jembatan di sekitar sumur lumpur mulai retak dan miring.

Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa dalam hitungan bulan (tidak perlu menunggu 30-50 tahun, seperti hasil penelitian dari IAGI dan Jepang), daerah seputar semburan lumpur Lapindo akan amblas dan akan membentuk danau kawah seluas 10.000 hektar. Hal ini dikarenakan semburan dasar lumpur yang dipicu oleh penegboran Lapindo telah menghancuran batuan kapur porus di kedalaman 2.830 meter (7.735 kaki). Disebutkan pula bahwa semburan lumpur panas yang terjadi paling tidak bervolume 7.000-150.000 m3 lumpur perhari. Dengan tekanan yang teramat besar, maka semburan lumpur diperkirakan akan terjadi selama bertahun-tahun.


Apakah lumpur lapindo mengandung zat bebahaya?

Hasil penelitian lumpur lapindo mengandung senyawa kimia hydrogen sulfida (zat kimia beracun yang berbahaya bagi kesehatan), kandungan hidrogen sulfida (H2S) yang keluar bersama semburan lumpur makin meningkat.

  Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakeri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik).

Hidrogen sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan aqueous (mengandung air) menjadi kation hidrogen H+ dan anion hidrosulfid HS:

Contoh:

H2S → HS + H+

Ka = 1.3×10−7 mol/L; pKa = 6.89.

Kateristik H2S               

*       Sangat beracun dan mematikan

*       Tidak Berwarna

*       Lebih Berat Dari udara sehingga cendrung berkumpul dan diam pada daerah yang rendah

*       Dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil pembakarannya gas sulfur Dioksida (SO2)yang juga merupakan gas beracun

*       Sangat Korosif mengakibatkan berkarat pada logam tertentu

*       Pada konsentrasi yang rendah berbau seperti telur busuk dan dapat melumpuhkan indera penciuman manusia.




Lumpur lapindo mempengaruhi amblasnya EKONOMI, SOSIAL, dan BUDAYA


                Tahun 2007, tepatnya hari ke-249 (jum’at, 2/2), Sidoarjo semakin amblas. Bukan saja secara fisik, tetapi juga dari segi perekonomian dan sosial budaya.

·         Ekonomi adalah kebutuhan manusia.  Dengan adanya musibah ini mata pencaharian utama masyarakat Jawa Timur amblas. Berikut faktor-faktor dari segi perekonomian yang amblas:

 

1.       Sebanyak 29 pabrik tutup sehingga kurang lebih 18 ribu buruh menganggur.

2.       Sekitar 500 hektar sawah tenggelam sehingga ratusan petani menganggur dan ribuan ton beras tidak dapat diproduksi.

3.       Ratusan perajin kulit (tas dan koper), khususnya di Desa Kedungbendo dan Renokenongo berhenti bekerja karena peralatan produksinya tenggelam ditambah dengan enggannya masyarakat konsumen dating ke pasar tas dan koper di Tanggulangin. Bukan hanya perajin, showroom produk pun menjadi sepi.

4.       Pasar Baru Porong dialihfungsikan menjadi pudat pengungsian sehingga aktivitas ekonomi rakyat jadi terganggu.

·         Fasilitas kota dan Infrastruktur yang amblas:

 

1.       Rel KA di Desa Siring-Jatirejo melengkung sepanjang 15 meter.

2.       Jembatan tol Porong (Jalan Raya Porong) bergeser 9 cm dan sekarang telah dibongkar.

3.       Jembatan overpass Siring  (jembatan penghubung Desa Siring dengan Desa Kedungbendo di atas jalan tol) retak dan bergeser, rencana akan dibongkar.

4.       Pipa gas Pertamina putus dan meledak di jalan tol km 38, dengan korban yang ditemukan 13 orang (jumlah ini belum termasuk korban yang tidak terdaftar).

5.       Pipa PDAM (dari sumber air di Padaan ke Sidoarjo) di jalan Raya Porong pecah sehingga kota Sidoarjo sempat kekurangan air.

6.       Plengsengan kali Porong ambrol, diduga karena amblasnya tanah bukan oleh gerusan air.

7.       Lebih dari 500 rumah di Dusun Balongnongo dan Wangkal ( Desa Renokenongo), kawasan yang paling dekat dengan pusat semburan miring ke timur.

 

·         Sedangkan elemen sosial dan budaya yang ‘amblas’:

 

1.       Hampir 20 ribu rumah tenggelam sehingga muncul masalah perumahan dan terjadi perpindahan penduduk antar daerah yang cukup tinggi dan berpencarkan sekelompok masyarakatdan dipastikan ada unsure-unsur budaya local yang hilang.

2.       Lebih dari dari 25 gedung sekolah tenggelam sehingga ribuan anak usia sekolah mengalami masalah, misalnya biaya transportasi, dan biaya kepindahan.

3.       Kemacetan di ruas jalan raya porong mengakibatkan jalur distribusi dari arah timur (Pasuruan dan seterusnya serta dari Malang terhambat masuk ke Surabaya). Hal ini mengganggu distribusi ekspor yang harus lewat ibukota Jawa Timur itu.

4.       Empat Balai Desa tenggelam dan tiga lainnya jadi pusat pengungsian sehingga aktivitas birokrasi dan pemerintahan desa terganggu.

5.       Pembuangan air dan lumpur ke Kali Porong sehinnga air dan lumpur mengalir ke laut yang akan mengancam kelangsungan hidup 7.000 hektar tambak, hutan bakau dan nelayan di selat jawa pada umumnya.

6.       Pengungsian mengakibatkan tidak terjaminnya kesehatan dan gizi bukan hanya pengungsian dewasa tetapi juga lansia dan anak-anak.


Dampak Ekologi Lumpur Lapindo

                Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai semburan lumpur panas dari areal eksplorasi PT. Lapindo meninggalkan dampak ekologis.

                Kasus PT. Lapindo membuat ratusan warga di sekitar Desa Renokenongo dan Desa Siring, Kecamatan Porong, mengungsi. Beberapa di antaranya masuk rumah sakit akibat kepulan asap putih yang keluar dari pipa gas perusahaan milik Bakrie Group ini.

                Asap putih yang keluar  dari didihan gas dari pipa bawah tanah mengandung hydrogen sulfida. Sehari setelah terjadi blow out utama, ikan-ikan yang ada disaluran irigasi banyak yang terapung mati. Tanaman yang ada di sekitar lumpur mengering dan mati.

                Sumber air (sumur atau sungai) di tiga Desa (Siring, Renokenongo, dan Jatirejo) tak dapat lagi dikonsumsi karena telah tercemar. Warnanya berubah kekuning-kuningan (seperti mengandung minyak mentah).

 

Referensi:

ALI Azhar akbar
http://wikipedia.com
Aqidah Akhlaq

By Taofik Yusmansyah